Thursday, December 15, 2016

Fermentasi Jerami Padi dan Tongkol Jagung Sebagai Pakan Ternak Sapi

Fermentasi Jerami Padi  Sebagai Pakan Ternak Sapi

Usaha sapi potong yang diperuntukkan untuk  menghasilkan daging  berkualitas baik, pada umunya dihadapkan pada masalah ketersediaan  pakan baik berupa hijauan maupun konsentrat.  Produksi hijauan pakan menjadi lebih terbatas karena pertambahan penduduk yang membutuhkan lahan untuk pemukiman, perluasan lahan untuk produksi pangan dan pembangunan subsektor lainnya. Oleh sebab itu penyediaan pakan memerlukan pengolahan limbah pertanian yang relatif sederhana untuk mendukung ketersediaan pakan sepanjang tahun.
Jerami padi merupakan limbah pertanian yang tersedia dalam jumlah cukup banyak dibanding dengan limbah pertanian lainnya, serta mudah diperoleh untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan sebagian menjadi kompos.  Ternak sapi  yang menkonsumsi jerami padi menghasilkan  kotoran (pupuk kandang), yang nantinya apabila dikelola secara baik, akan menjadi pupuk organik dan akan  bermanfaat optimal bagi tanaman. Jerami padi dapat digunakan untuk pakan sapi potong dewasa sebanyak 2-3 ekor sepanjang tahun.  Sehingga pada lokasi yang mampu panen 2 kali setahun akan tersedia pakan berserat untuk 4 – 6 ekor sapi.       
Hambatan pemanfaatan jerami padi secara luas sebagai sumber pakan ternak adalah rendahnya nilai nutrisi bila dibandingkan dengan hijauan pakan.  Untuk mengatasi hal tersebut, maka dapat diperbaiki dengan teknologi untuk meningkatkan nilai gizi jerami padi
Cara  yang relatif murah, praktis dan hasilnya sangat disukai ternak sapi adalah melalui proses fermentasi dengan menambahkan bahan mengandung mikroba proteolitik, lignolitik, selulitik, lipolitik dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik (starbio, starbioplus, probion). Hal ini akan meningkatkan motivasi untuk meningkatkan ternak sapi yang dipelihara.


Proses Pembuatan Jerami Padi Fermentasi

Pembuatan jerami padi fermentasi dengan sistem terbuka.  Proses fermentasi terbuka dilakukan pada tempat terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung. Bahan-bahan yang digunakan untuk menghasilkan 1 ton jerami fermentasi adalah : 1 ton jerami padi segar, Probion (probiotik) 2,5 kg, Urea 2,5 kg, dan air secukupnya.
Cara Pembuatan :
Proses pembuatan dibagi dua tahap, yaitu tahap fermentatif dan pengeringan serta penyimpanan. Pada tahap pertama, jerami padi yang baru dipanen dari swah dikumpulkan pada tempat yang telah disediakan, dan diharapkan masih mempunyai kandungan air 60%. Jerami padi segar yang akan dibuat menjadi jerami padi fermentasi ditimbun dengan ketebalan kurang lebih 20 cm kemudian ditaburi dengan Probion dan urea. Tumpukan jerami tersebut dapat dilakukan hingga ketinggian sekitar 3 meter.  Setelah pencampuran dilakukan secara merata, kemudian didiamkan selama 21 hari agar proses fermentatif dapat berlangsung dengan baik.  Tahap kedua adalah proses pengeringan dan penyimpanan jerami padi fermentasi. Pengeringan dilakukan dibawah sinar matahari dan dianginkan sehingga cukup kering sebelum disimpan pada tempat yang terlindung. Setelah proses pengeringan ini, maka jerami padi fermentasi dapat diberikan pada ternak sebagai  pakan pengganti rumput segar.

sumber : http://epetani.deptan.go.id/budidaya/jerami-padi-fermentasi-sebagai-pakan-ternak-sapi-1779




Silase Tongkol Jagung untuk Pakan Ternak Ruminansia


Budidaya ternak kambing, sapi, domba dan kerbau yang merupakan hewan ternak ruminansia mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu mempunyai perut ganda, di mana pada perut bagian depan yang terdiri dari rumen dan reticulum terdapat mikroorganisme yang mampu mencerna pakan berserat tinggi, sedangkan perut belakang (omasum, abomasums dan usus) pakan dicerna secara enzimatis seperti ternak non ruminansia. Dengan demikian ternak ruminansia dapat bertahan hidup dengan pakan sumber serat seperti rumput ataupun hijauan dedaunan lain seperti hijauan yang berasal dari pohon-pohonan leguminosa (lamtoro, glirisidia, turi, kelor, kaliandra, albasia).

Ketersediaan pakan hijauan segar untuk ternak yang terbatas terutama pada musim kemarau dan berkurangnya lahan akibat konversi lahan menjadi perumahan, industri ataupun pertanian/ perkebunan.Terbatasnya ketersediaan pakan dapat menyebabkan turunnya produktivitas ternak seperti turunnya bobot badan, turunnya produksi susu, jeleknya kondisi tubuh induk sehingga bila dikawinkan induk tidak bunting-bunting.

Untuk mengatasi kondisi kelangkaan bahan pakan ternak dan selingan pakan hijauan, salah satu solusinya adalah dengan memanfaatkan limbah pertanian pada saat produksi berlebihan (pada saat musim panen) dengan cara difermentasi atau diawetkan. Limbah pertanian sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak ruminansia karena bahan pakan ini tidak bersaing dengan kebutuhan manusia dan kebutuhan ternak monogastrik (berperut tunggal). Berbagai macam limbah pertanian telah dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti jerami, jerami jagung, jerami kacang tanah, kacang panjang, pucuk tebu, kulit buah kakao dan lain-lain.

Pada usahatani jagung pipilan dihasilkan produk utama berupa jagung pipilan dan produk sampingan berupa jerami jagung (batang dan daun jagung), kulit dan janggel jagung. Produk samping tersebut sudah biasa dipakai untuk bahan pakan sapi kecuali tongkol jagung. Tongkol jagung biasanya dibuang atau dibakar padahal sebetulnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia.

Pemanfaatan tongkol jagung yang umumnya adalah untuk bahan bakar, bioetanol setelah difermentasi. Sedangkan pemanfaatannya sebagai pakan ternak belum banyak dikembangkan secara optimal. Hal ini mungkin disebabkan oleh kualitasnya yang relatif rendah seperti pada limbah pertanian lainnya. Tongkol jagung ini mempunyai kadar protein yang rendah (2,94) dengan kadar lignin (5,2%) dan cellulose yang tinggi (30%), dan kecernaan ± 40%. Tongkol jagung yang hanya digiling biasanya dipakai untuk campuran ransum sapi potong hanya sebanyak 10% dari susunan
ransum.

Tongkol jagung sangat mudah terkontaminasi oleh kapang aspergilus flavus yang memproduksi senyawa beracun sehingga perlu dicari cara pengawetannya sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu lama sebagai persediaan pakan saat rumput susah didapatkan terutama
saat musim kemarau. Silase merupakan salahsatu cara pengawetan yang sudah lama dikembangkan terutama untuk bahan pakan dari tanaman yang mengandung kadar air yang tinggi yang di mana tidak memungkinkan untuk dikeringkan (rumput dan hijauan lain) atau tanaman yang akan mudah rusak kualitasnya bila dibiarkan mengering (jagung dan sorghum).

Silase adalah pakan berkadar air tinggi hasil fermentasi yang diberikan kepada hewan ternak ruminansia. Silase yang paling populer adalah silase tanaman jagung lengkap banyak dilakukan di dunia. Silase sangat palatable dan sedikit sisa yang terbuang bila diberikan kepada ternak, namun silase tidak memperbaiki nilai nutrisi bahan yang disilase. Pengawetan bahan dalam proses silase terjadi karena proses fermentasi anaerobic, dalam fermentasi ini karbohidrat terlarut diubah oleh bakteri asam laktat menjadi asam-asam organik, sebagai akibatnya pH turun sampai mencapai pH 4 atau lebih rendah dengan pH yang demikian (pH asam) bahan pakan yang disilase menjadi awet mikroba yang merugikan mati sehingga silase dapat disimpan dalam waktu yang lama. Produk asam organik yang utama dalam proses silase adalah asam laktat. Produksi asam laktat ini lebih disukai karena sangat palatable dan lebih menghemat energi yang diubah menjadi asam. 
Dalam proses pembuatan silase melibatkan fermentasi anaerob dari bahan yang basah sehingga beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas silase adalah oksigen, kandungan bahan kering, pH dan ketersediaan karbohidrat terlarut. Dalam pembuatan silase harus kondisi penyimpanan dalam keadaan kedap udara, kandungan bahan kering 30-40% atau kandungan kadar air 60-70%. pH silase 3 – 4. Apabila karbohidrat terlarut tidak cukup tersedia maka material tersebut tidak terfermentasi secara baik karena tidak cukup tersedia sumber karbohidrat untuk diubah menjadi asam laktat oleh bakteri lactobaccilus, akibatnya akan dihasilkan silase dengan kualitas yang rendah. Beberapa sumber karbohidrat terlarut yang biasa dipakai dalam pembuatan silase di antaranya molasses, dedak padi ataupun pati. Tongkol jagung mempunyai kandungan dinding sel yang tinggi (>75%) sehingga kandungan isi selnya termasuk karbohidrat terlarutnya rendah sehingga dalam pembuatan silase perlu ditambahkan sumber karbohidrat. Beberapa sumber karbohidrat terlarut yang pernah dicoba adalah: molasses, dedak padi, jagung giling halus dan onggok. Di antara sumber karbohidrat tersebut yang dapat memperbaiki kualitas silase tongkol jagung adalah dedak padi, molasses dan jagung giling.

Cara pengolahan tongkol dengan proses silase, caranya tongkol jagung digiling dicampur dengan sumber karbohidrat terlarut (dedak padi, molasses dan jagung giling) sebanyak 2% dari bahan kering, kemudian dibasahi dengan air sehingga didapatkan kadar air + 60%, kemudian ditutup rapat dalam keadaan kedap udara disimpan selama 21 hari, setelah itu baru dibuka dan siap digunakan untuk pakan ternak, silase yang bagus baunya agak asam manis karena adanya fermentasi oleh bakteri asam laktat yang mengubah karbohidrat dalam tongkol jagung menjadi asam laktat, pH harus asam biasanya di bawah pH 4. Silase ini dapat disimpan lama asal disimpan dalam keadaan tertutup rapat. Silase biasanya sangat palatabel karena terbentuknya asam laktat, silase biasanya tidak meningkatkan kualitasnya tetapi merupakan cara pengawetan dan meningkatkan palatabilitas. Tongkol jagung palatabilitasnya rendah, sehingga dengan dibuat silase konsumsinya dapat meningkat. Pengalaman sebelumnya domba yang diberi pakan dasar silase tongkol jagung (yang tidak diberi tambahan sumber karbohidrat terlarut) dan disuplementasi dengan konsentrat sebanyak 350 g/ekor/hari dapat memberikan kenaikan berat badan 60 g/ekor/hari. Sedangkan bila silasenya ditambahkan sumber karbohidrat terlarut (jagung giling atau molasses) kenaikan bobot badan hariannya domba meningkat menjadi 104 g/ekor/hari.

sumber: http://www.nasa-borneo.com/2016/03/silase-tongkol-jagung-untuk-pakan.html

Sunday, October 2, 2016

fakultas peternakan diminati di perguruan tinggi

Banyak Inovasi, Fakultas Peternakan Jadi Favorit

Ilustrasi Foto: dok. Okezone.
MAKASSAR - Selama ini mahasiswa di fakultas peternakan identik dengan hewan, kandang, dan berbagai praktik di laboratorium. Hal tersebut membuat tak semua calon mahasiswa tertarik, sehingga lebih memilih kuliah di fakultas kedokteran atau teknik.
Namun, saat ini anggapan itu sudah tak berlaku lagi. Pasalnya, fakultas peternakan kini semakin diminati lantaran punya prospek bisnis yang menjanjikan. Bahkan, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir gencar mempromosikan inovasi-inovasi di bidang peternakan guna menarik minat calon mahasiswa

"Mahasiswa di fakultas peternakan itu banyak. Apalagi karena selalu promosi minat ke fakultas peternakan meningkat tajam. Di IPB misalnya, minat mahasiswa peternakan naik, begitu juga di fakultas pertanian dan perikanan juga naik," tuturnya saat berbincang di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, belum lama ini.
Kendati demikian, Nasir menilai, keberadaan fakultas peternakan di berbagai perguruan tinggi di Indonesia sudah cukup banyak. Namun, kualitasnya belum maksimal, terutama dalam bidang produksi, inovasi, dan pengelolaan ternak.
"Saat ini saya selalu mendorong mahasiswa fakultas peternakan untuk berinovasi, caranya dengan penelitian. Seperti pada persilangan sapi bali dan madura sehingga menjadi suatu bibit unggul ini ternyata pertama kali di Indonesia. Jadi harus mau ke arah inovasi," ujarnya.
Nasir mengungkapkan, fakultas peternakan harus mampu menciptakan teknologi, terutama terkait produktivitas. Menurut dia, terdapat dua aspek yang menjadi titik perhatian, yaitu dari hulu hingga hilir.
"Kalau hulu, contohnya yang menciptakan breeding sapi. Sedangkan hilir, yakni pembudidayaan secara masif. Inovasi yang dihasilkan harus berguna bagi masyarakat," Ucapnya.
Pada kesempatan penyerahan semen beku (sperma bibit) Sapi Bali Pollet dari Menristekdikti ke Universitas Hasanuddin (Unhas), Rektor Unhas, Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA menambahkan, fakultas peternakan diminati lantaran pihak kampus juga memberikan garansi kepada mahasiswa untuk memperoleh kualitas pendidikan yang baik serta praktik secara langsung di lapangan.
"Ada beberapa mahasiswa yang ikut mengelola bank feses di Maiwa Breeding Centre (MBA) saat ini sudah memiliki penghasilan. Padahal tadinya mereka hanya mendampingi petani untuk mengolah kotoran sapi yang telah dikumpul menjadi satu di bank feses untuk dijadikan pupuk organik," pungkasnya